Slingadigital.com – Arti Wala Tansa Nasibaka Minaddunya : Secara Lengkap. Dalam perjalanan kehidupan, setiap orang pasti pernah dihadapkan pada berbagai cobaan dan pertanyaan mengenai takdir. Salah satu ungkapan yang sering ditemukan dalam tradisi dan ajaran spiritual adalah “Wala Tansa Nasibaka Minaddunya”. Ungkapan ini mengandung makna yang dalam, yang mencerminkan hubungan antara takdir, usaha, dan spiritualitas manusia dalam menghadapi kehidupan duniawi.
Untuk memahami lebih jauh, mari kita telusuri Arti Wala Tansa Nasibaka Minaddunya dari kalimat ini dan bagaimana ia bisa memberikan perspektif baru dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan ini.
Mengenal Wala Tansa Nasibaka Minaddunya
Ungkapan “Wala tansa nasibaka minaddunya” berasal dari ayat 77 dalam Surat Al-Qasas, yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Ayat ini mengandung pesan yang sangat dalam tentang bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupan dunia dan akhirat dengan seimbang. Dalam konteks ayat tersebut, “Wala tansa nasibaka minaddunya” mengingatkan kita agar tidak melupakan bagian kita dalam menikmati kehidupan duniawi yang telah Allah anugerahkan. Meskipun fokus utama seorang Muslim adalah kehidupan akhirat yang kekal, bukan berarti kita harus mengabaikan atau meremehkan tanggung jawab kita di dunia ini. Ayat ini menegaskan pentingnya keberadaan kita di dunia untuk mencari kesejahteraan, baik secara spiritual maupun materiil, dengan tetap mengingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah titipan dari Allah.
Selain mengingatkan untuk tidak melupakan bagian kita dalam kenikmatan dunia, ayat ini juga memberikan petunjuk agar kita tidak hanya berfokus pada pencarian kekayaan atau kesenangan dunia, melainkan juga pada upaya untuk mengejar kebahagiaan akhirat. Ayat ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara dunia dan akhirat sangatlah penting, dengan tujuan agar hidup kita bermakna dan tidak terjebak dalam kesenangan semata.
Lebih jauh lagi, “Wala tansa nasibaka minaddunya” juga mengajarkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab sosial yang tidak boleh diabaikan. Harta dan kekayaan yang dimiliki tidak hanya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi atau duniawi semata, tetapi juga untuk berbagi dengan sesama, membantu mereka yang membutuhkan, dan berperan aktif dalam menjaga kebaikan di dunia ini. Inilah yang disebut dengan fungsi sosial dari harta yang dimiliki, yang diharapkan bisa membawa manfaat tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain dan lingkungan sekitar.
Pesan yang terkandung dalam ayat ini sangat relevan dalam konteks kehidupan modern saat ini, di mana seringkali kita tergoda untuk mengejar kesuksesan duniawi tanpa memperhatikan kehidupan spiritual kita. Namun, dengan memahami pesan “Wala tansa nasibaka minaddunya”, kita diajarkan untuk hidup dengan lebih bijaksana, memperhatikan kehidupan duniawi tanpa melupakan tujuan utama kita untuk meraih kebahagiaan akhirat.
Ayat ini juga memberi kita pelajaran untuk tidak merusak bumi, yang merupakan amanah dari Allah. Keberlanjutan dunia ini bergantung pada bagaimana kita menjaga lingkungan dan menghargai sumber daya alam yang ada. Dengan memelihara bumi dan tidak merusaknya, kita turut berperan dalam menciptakan dunia yang lebih baik, tidak hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi generasi yang akan datang.
Secara keseluruhan, “Wala tansa nasibaka minaddunya” adalah panggilan untuk hidup dengan seimbang, menjalani kehidupan duniawi dengan bijaksana, namun tetap menjaga hubungan kita dengan Allah dan sesama manusia, serta berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik.
Arti Wala Tansa Nasibaka Minaddunya
وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Latin: wala tansa nasibaka minaddunya
Artinya: tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.
Pada ayat 77 dalam Surat Al-Qasas, Allah memberikan empat macam nasihat dan petunjuk yang ditujukan kepada Karun, seorang yang kaya raya namun sombong. Melalui nasihat-nasihat ini, Allah mengajarkan kita bagaimana seharusnya seorang Muslim memanfaatkan nikmat yang diberikan-Nya dengan bijak, tidak hanya untuk keuntungan duniawi, tetapi juga untuk mencapai kesejahteraan di dunia dan akhirat. Keempat nasihat tersebut adalah:
1. Menggunakan Kekayaan untuk Jalan Allah
Allah mengingatkan kepada orang yang dianugerahi kekayaan yang melimpah dan berbagai nikmat untuk tidak terjebak dalam kesombongan dan kecintaan berlebihan terhadap dunia. Sebaliknya, kekayaan dan nikmat tersebut harus digunakan untuk kebaikan dan jalan Allah. Seorang yang diberkahi dengan harta yang berlimpah hendaknya memanfaatkan hartanya untuk membantu sesama, bersedekah, dan berinvestasi dalam amal yang bermanfaat, sehingga ia memperoleh pahala yang berlipat ganda baik di dunia maupun akhirat.
Ini sejalan dengan hadits Rasulullah yang mengingatkan kita untuk memanfaatkan waktu dan nikmat yang diberikan Allah sebaik-baiknya:
“اِغتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ شَبَابَكَ قَبلَ هَرَ مِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ”
“Manfaatkan lima sebelum datang lima: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu senggangmu sebelum kesibukanmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (Riwayat al-Baihaqi dari Ibnu ‘Abbās)
Hadits ini mengajarkan agar kita memanfaatkan waktu muda, sehat, kaya, dan waktu senggang untuk berbuat baik, agar kelak kita tidak menyesal di akhir hayat.
2. Nikmat Dunia yang Diberikan Allah
Dalam ayat ini, Allah juga menyarankan agar setiap orang tidak meninggalkan kenikmatan dunia, seperti makanan, minuman, pakaian, dan hiburan, selama itu tidak bertentangan dengan ajaran-Nya. Allah memberikan kenikmatan dunia sebagai bagian dari ujian, dan kita dianjurkan untuk menikmati dengan syukur dan tidak berlebihan. Namun, ini juga mengingatkan kita agar tetap menjaga keseimbangan, antara kenikmatan duniawi dan kewajiban kita terhadap Allah dan sesama.
Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya:
“إِعْمَلْ عَمَلَ امْرِئٍ يَظُنُّ اَنْ لَنْ يَمُوْتَ أَبَداً، وَاحْذَرْ حَذْراً امْرِئٍ يَخْشَى أَنْ يَمُوْتَ غَداً”
“Kerjakanlah seperti orang yang mengira akan hidup selamanya, dan waspadalah seperti orang yang mengira akan mati besok.” (Riwayat al-Baihaqi dari Ibnu ‘Umar)
Sabda ini mengajarkan kita untuk bekerja keras seolah-olah kita akan hidup selamanya, tetapi tetap waspada dan mempersiapkan diri untuk kematian yang bisa datang kapan saja. Ini menciptakan keseimbangan dalam hidup, antara usaha untuk mencapai dunia dan persiapan untuk akhirat.
3. Berbuat Baik Sebagaimana Allah Berbuat Baik kepada Kita
Petunjuk ketiga adalah tentang berbuat baik kepada sesama, sebagaimana Allah berbuat baik kepada kita. Allah telah memberi banyak nikmat, maka sudah sepatutnya kita menyalurkan kebaikan tersebut kepada orang lain. Ini bisa berupa membantu orang yang membutuhkan, menyambung tali silaturahim, serta berbuat baik dalam berbagai bentuk lain. Dengan berbuat baik, kita tidak hanya mendapatkan ridha Allah, tetapi juga mempererat hubungan sosial yang membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi semua.
4. Menghindari Kerusakan di Bumi
Nasihat terakhir adalah larangan keras untuk berbuat kerusakan di atas bumi. Setiap tindakan yang merusak alam, menciptakan konflik, atau menyakiti sesama makhluk hidup adalah perbuatan yang tidak disukai Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah sering mengingatkan kita untuk menjaga bumi dan segala isinya dengan baik, dan tidak menjadi penyebab kerusakan. Sebagai umat yang beriman, kita dituntut untuk menjaga keseimbangan alam dan tidak mengabaikan hak-hak makhluk lain yang hidup di bumi ini. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Melalui keempat nasihat ini, kita diajarkan untuk hidup seimbang, memanfaatkan segala nikmat dunia dengan bijaksana, berbuat baik kepada sesama, serta menjaga bumi agar tetap dalam keadaan yang baik. Semua ini adalah langkah untuk mencapai kebahagiaan yang sejati, baik di dunia maupun akhirat.
Penutup
Sebagai penutup, Arti Wala Tansa Nasibaka Minaddunya mengajarkan kita untuk senantiasa bersyukur dan menerima takdir hidup dengan lapang dada. Filosofi ini mengingatkan kita bahwa setiap perjalanan hidup, baik dalam kesuksesan maupun tantangan, adalah bagian dari ketetapan Tuhan.
Dengan tidak melupakan tujuan utama dalam hidup dan selalu berusaha melakukan yang terbaik, kita dapat meraih kedamaian batin. Semoga kita dapat menjalani kehidupan ini dengan penuh kebijaksanaan, memahami bahwa segala sesuatu terjadi dengan alasan, dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal duniawi.