Biografi Habib Muhammad Al Bagir

Biografi Habib Muhammad Al Bagir bin Alwy Bin Yahya Lengkap

Posted on

SlingaDigital – Biografi Habib Muhammad Al Bagir bin Alwy Bin Yahya Lengkap. Habib Muhammad Al Bagir bin Alwy Bin Yahya adalah salah satu ulama besar yang memiliki pengaruh signifikan di dunia Islam. Keilmuannya yang mendalam dan dedikasinya terhadap agama Islam telah memenangkan hati banyak umat.

Dalam Artikel kali ini SlingaDigital akan membahas secara komprehensif biografi Habib Muhammad Al Bagir, perjalanan spiritualnya, serta kontribusinya dalam memajukan pendidikan agama di masyarakat. Mari kita memahami lebih dalam tentang kehidupan dan karya luar biasa dari ulama yang patut dijadikan teladan ini.

 

Biografi Habib Muhammad Al Bagir bin Alwy Bin Yahya

Habib Muhammad Al-Bagir bin Alwi Bin Yahya lahir di Syihr, Hadramaut pada tanggal 19 Agustus 1988. Beliau adalah seorang ulama yang memiliki akar keturunan ulama besar dari keluarga Alawiyyin. Ayah beliau, Habib Alwi bin Husein bin Muhammad bin Alwi bin Utsman bin Abdullah bin Agil bin Umar Bin Yahya berasal dari Petamburan. Habib Muhammad Al-Bagir merupakan generasi kelima dari Habib Utsman Bin Yahya, yang merupakan Mufti Betawi terkemuka.

Ibunya, Syarifah Rahmah, adalah putri dari Al-Habib Ahmad bin Muhammad Alaydrus, yang terkenal dengan sebutan ‘Habib Ahmad Fakhr’ di Bogor. Habib Ahmad Fakhr adalah ulama terkemuka di Bogor yang sangat dihormati.

Habib Muhammad Al-Bagir dilahirkan dalam keberkahan dan beruntung, dengan tempat kelahirannya terjadi di tempat tidur khusus yang diperuntukkan bagi Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad di Keramat Empang. Tempat ini adalah tempat yang selalu ditempati oleh Habib Alwi Al-Haddad ketika beliau berkunjung ke rumah kakek Habib Muhammad Al-Bagir, Habib Ahmad Fakhr. Tempat ini memiliki makna dan keberkahan tersendiri.

Keberuntungan lainnya adalah ketika ibu Habib Muhammad Al-Bagir, masih dalam kandungannya, pergi ke rumah Habib Umar Bin Hud Alatas untuk meminta doa dan berkah atas kehamilannya. Oleh karena itu, wajah Habib Muhammad Al-Bagir memiliki ciri khas yang agak berbeda dari yang lain, terutama hidungnya yang menyerupai Habib Umar Bin Hud Alatas. Semua berkat doa dan berkah dari keduanya, yakni Habib Utsman dan Habib Ahmad Fakhr.

Habib Muhammad Al-Bagir merupakan ulama muda yang kiprahnya mencakup berbagai aktivitas dakwah dan ilmiah. Ia telah membentuk majelis yang diberi nama “Warotsatul Musthofa”. Kegiatan dari majelis ini mencakup berbagai forum, dari majelis ke majelis, bahkan dari rumah ke rumah. Semua ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan Islam, mengenal dan mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Alhamdulillah, antusiasme dari murid-murid dan jama’ah sangat besar. Mereka berkolaborasi dalam berbagai hal, membawa sistem audio, mendirikan tenda, dan bahkan ada yang ahli dalam sablon. Semua jama’ah ini adalah pilar dari kegiatan ini.

Habib Muhammad Al-Bagir menekankan bahwa peranannya hanyalah sebagai pendorong dan penasehat, sedangkan semua yang terjadi adalah hasil dari kerja keras jama’ah dan murid-muridnya.

Baca Juga:  Makna Dan Keutamaan Membaca Surat Al-Kautsar

Dengan semangat dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, Habib Muhammad Al-Bagir berharap agar majelis ini terus berjalan dalam kerangka Islam yang benar. Ia berpesan bahwa laki-laki dan perempuan harus mematuhi aturan untuk tidak bercampur baur, dan saat membaca Al-Qur’an dan Maulid, semuanya harus didengarkan dengan baik agar berkah dari Allah Ta’ala mengalir kepada semua.

Nama “Warotsatul Musthofa” sendiri diperoleh melalui kontak batin dengan gurunya, Tuan Guru Mulia Habib Umar Bin Hafidz. Habib Muhammad Al-Bagir berharap agar jama’ah dapat meneladani akhlak Rasulullah SAW. Dengan berbagai upaya dan bantuan dari jama’ah, majelis ini telah berkembang dan kini mencakup sebagian besar wilayah Jakarta, dari Jakarta Barat dan Jakarta Pusat, hingga sebagian Jakarta Timur dan Selatan, bahkan hingga ke Tangerang, Parung, serta Gunung Sindur di Bogor.

 

Habib Muhammad Al- Bagir bin Alwi Bin Yahya Ke Darul Mushthafa

Pada akhir tahun 1999, saat berusia 11 tahun, Habib Muhammad Al-Bagir, atau yang lebih dikenal sebagai “Habib Bagir,” setelah menyelesaikan pendidikan dasar, memutuskan untuk mondok di Darun Nasyiin, Lawang, Jawa Timur, yang pada saat itu diasuh oleh Habib Ali bin Muhammad Ba’bud.

Namun, tak lama setelah ia mondok, ayahnya jatuh sakit. Karena permintaan ayahnya, akhirnya Habib Bagir kecil harus meninggalkan pesantren Lawang dan melanjutkan sekolah di tempat yang jaraknya lebih dekat dengan keluarganya. Meskipun menuruti keinginan orangtuanya, dia tetap memiliki tekad kuat untuk tetap belajar di lingkungan pesantren, bukan sekolah umum.

Habib Bagir kemudian melanjutkan pendidikannya di Ma’had Darus Sa’adah Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hud Alatas di Cipayung, Bogor. Di tempat ini, ia belajar dari sejumlah guru, termasuk Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa, Habib Quraisy Baharun, Habib Hamid Barakwan, dan Habib Muhammad Al-Baiti, yang semuanya merupakan murid-murid senior dari Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz.

Setelah menyelesaikan pendidikan selama dua tahun, pada tahun 2002, Habib Bagir berangkat ke Hadhramaut, Yaman, untuk melanjutkan pendidikannya di Darul Mushthafa. Berkat izin Allah, semuanya berjalan lancar. Keinginan dan semangat belajar yang kuat membuatnya mendapatkan kemudahan dari Allah Ta’ala.

Pada tahun 2007, setelah lima tahun belajar di luar negeri, Habib Bagir kembali ke Indonesia. Meskipun masih ingin belajar di luar negeri, orangtuanya memintanya untuk membantu dalam kegiatan dakwah di Jakarta.

Kenangan Habib Bagir selama di Darul Mushthafa sangat indah. Khidmatnya dalam melayani di sana membawa berkah. Sebuah syair mencerminkan hal ini: “Man khadama qadama” yang berarti “Siapa yang melayani, akan maju.”

Selama bulan Ramadan, ia membantu mencuci karpet, menyapu lantai dan halaman, serta membantu di dapur untuk menyiapkan takjil. Semua pekerjaan rumah tangga ini mungkin terlihat sepele, tetapi sungguh, semua itu membawa berkah bagi Habib Bagir. Di Darul Mushthafa, segala sesuatu adalah ilmu dan penuh berkah. Guru-guru mereka sering mengunjungi mereka ketika mereka bekerja dan selalu tersenyum. Mereka seperti orangtua bagi anak-anak mereka, penuh kasih dan memberikan contoh ilmu dan akhlak yang baik.

Baca Juga:  Amalan Wirid untuk Bertemu Sodara Kembar Kita

Kenangan lainnya adalah pergaulannya dengan orang-orang Tarim. Sebelum masuk ke Darul Mushthafa, santri pemula biasanya mondok di Rubath Syihr, cabang Darul Mushthafa. Tempat ini awalnya dibangun oleh Habib Umar setelah pulang dari belajar di Baydha`. “Orang-orang Arab di Syihr mengajari kami belajar bahasa Arab yang murni dan fasih, juga bahasa Arab yang digunakan di Tarim dan seluruh Yaman. Kami juga belajar bahasa Inggris dan Afrika dari teman-teman kami, yang berasal dari Amerika, Inggris, Australia, dan Afrika. Ini membuka wawasan kami.”

Alhamdulillah, di tanah air, ia masih memiliki kesempatan untuk belajar dari beberapa ulama habaib, termasuk Habib Umar bin Abdullah Alatas Berdikari Rawabelong dan Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab di Petamburan. Selain itu, ia juga aktif dalam majelis ilmu bersama Habib Jindan, Habib Ahmad, dan beberapa ulama lainnya yang merupakan alumni Darul Mushthafa.

Berkat Allah, kemudian terbentuklah majelis yang diberi nama “Warotsatul Musthofa”.

Kegiatan Warotsatul Musthofa menyebar dari satu majelis ke majelis lain, dari rumah ke rumah. Perlahan tapi pasti, semua bergerak menuju satu tujuan: mengajak jama’ah untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam, mengenal, dan mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Bayangkan betapa indahnya jika negeri ini dipenuhi oleh majelis-majelis yang menginspirasi, diperkaya oleh muslimin dan muslimah yang hidup dalam harmoni, yang mencintai Rasulullah SAW, dan mengamalkan ajaran beliau dalam segala aspek kehidupan.

Alhamdulillah, murid-murid dan jama’ah dengan semangat besar turut serta. Mereka saling berkolaborasi. Ada yang membawa sistem audio, ada yang mengurus tenda. Ada yang ahli dalam sablon, ada yang berbakat dalam organisasi. Semua punya tempat.

Dengan kerendahan hati, Habib Muhammad Al-Bagir menyatakan bahwa dirinya hanya menjadi pendorong dan penasehat, sementara semuanya dijalankan oleh jama’ah dan murid-muridnya.

“Semangat mereka untuk menanamkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh tinggi. Tidak hanya orang dewasa, bahkan pemuda, remaja, bahkan anak-anak kecil juga mencintai majelis ini. Mereka suka datang ke rumah saya, meminta bendera-bendera kecil. Yah, mereka memang anak-anak… Semangat dan cinta mereka tumbuh karena fitrah yang Allah anugerahkan, subhanallah.

Di samping itu, saat pengajian, ada pembacaan tilawatul Qur’an, dan yang membacanya adalah anak kecil. Ini benar-benar menjadi daya tarik yang luar biasa bagi semua orang. Penanaman akidah, syariah, dan cinta kepada Rasulullah SAW dimulai sejak usia dini.”

Namun, ia juga menegaskan kepada jama’ah, “Majelis ini bukan hanya tentang keceriaan semata. Ini adalah majelis yang harus tetap berada dalam batas-batas Islam yang benar. Laki-laki dan perempuan tidak diperbolehkan untuk berbaur, dan saat membaca Al-Qur’an dan Maulid, semuanya harus didengarkan dengan baik, agar berkah dari Allah Ta’ala tercurah kepada semua.”

Ia berharap, jama’ahnya dapat meneladani akhlak Rasulullah SAW.

Mengenai nama Warotsatul Musthofa, nama ini diperoleh melalui wahyu batin dari guru spiritualnya, Tuan Guru Mulia Habib Umar Bin Hafidz. “Saya menerima isyarat ini dari Guru Mulia Al-Habib Umar Bin Hafidz saat beliau mengunjungi Majelis Darul Mushthafa Petamburan beberapa tahun lalu,” kata Habib muda yang merupakan generasi kelima dari Habib Utsman ini.

Baca Juga:  Wisata Perkemahan Lembah Giri Wonosalam di Jombang

Sekarang, wilayah dakwah dengan panji Warotsatul Musthofa yang telah berlangsung selama empat tahun mencakup sebagian besar wilayah Jakarta, terutama Jakarta Barat dan Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Timur dan Selatan, bahkan hingga ke Tangerang, Parung, serta Gunung Sindur di Bogor.

 

Habib Muhammad Al Bagir Meneladani Akhlaq Rasulullah

Habib Muhammad Al-Bagir bin Alwi Bin Yahya adalah seorang ulama yang gigih dalam meneladani akhlak Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Beliau lahir di Syihr, Hadramaut, pada tanggal 19 Agustus 1988, dan merupakan generasi kelima dari Habib Utsman Bin Yahya, seorang Mufti Betawi terkemuka. Keberuntungan tampak mengiringi kelahirannya, terlahir di tempat tidur yang selalu ditempati oleh Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad di Keramat Empang, menambah makna dan keberkahan dalam hidupnya.

Habib Muhammad Al-Bagir tumbuh menjadi ulama yang tidak hanya berfokus pada ilmu, tetapi juga mengamalkan dan mempraktikkan akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ia mengawali kegiatan dakwah dengan mendirikan majelis yang diberi nama “Warotsatul Musthofa”. Melalui majelis ini, Habib Muhammad Al-Bagir berusaha mengajak jama’ah untuk memahami dan mencintai agama Islam lebih baik lagi.

Penting untuk dicatat bahwa peran Habib Muhammad Al-Bagir dalam majelis ini bukan semata-mata sebagai pemimpin, melainkan sebagai pendorong dan penasihat. Semua aktivitas dan antusiasme berasal dari jama’ah dan murid-muridnya. Mereka secara bersama-sama menyumbangkan kemampuan dan keahlian mereka untuk memajukan kegiatan dakwah ini.

Habib Muhammad Al-Bagir juga menegaskan bahwa majelis ini harus selalu berpegang pada koridor Islam yang benar. Laki-laki dan perempuan harus mematuhi aturan untuk tidak bercampur baur, dan saat membaca Al-Qur’an dan Maulid, harus dilakukan dengan penuh khidmat dan kesungguhan. Semua ini dilakukan dengan harapan akan turunnya keberkahan dari Allah Ta’ala.

Melalui upayanya dan dengan dukungan dari jama’ah, majelis Warotsatul Musthofa telah berhasil mencakup sebagian besar wilayah Jakarta. Dari Jakarta Barat dan Jakarta Pusat, hingga sebagian Jakarta Timur dan Selatan, bahkan mencapai Tangerang, Parung, serta Gunung Sindur di Bogor. Dengan dedikasinya dalam meneladani akhlak Rasulullah, Habib Muhammad Al-Bagir berusaha membangun masyarakat yang mencintai dan mengikuti jejak kehidupan mulia Nabi SAW.

 

Penutup

Itulah beberapa informasi tentang Biografi Habib Muhammad Al Bagir bin Alwy Bin Yahya yang bisa SlingaDigital Bagikan. Dalam perjalanan hidupnya, Habib Muhammad Al Bagir bin Alwy Bin Yahya telah menunjukkan tekad dan semangat belajar yang luar biasa. Dari awalnya yang mondok di pesantren hingga menimba ilmu di berbagai tempat, beliau terus berusaha untuk mendalami agama dan berkontribusi positif bagi umat Islam.

Dengan berbagai pengalaman dan ilmu yang dimilikinya, Habib Muhammad Al Bagir menjadi panutan bagi banyak orang dalam menjalani kehidupan yang penuh berkah. Semoga perjalanan hidupnya yang penuh inspirasi ini dapat menginspirasi kita semua untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan penuh makna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *