Slingadigital.com – Mengenal Keris Kalawijan Kala Bendu. Dalam kekayaan tradisi budaya Jawa, keris bukan hanya sekadar senjata, tetapi juga sebuah simbol kekuatan spiritual dan keberuntungan. Salah satu keris yang memegang tempat khusus dalam sejarah dan mitologi adalah Keris Kalawijan Kala Bendu. Keris ini dikenal tidak hanya karena keindahan dan keunikan bentuknya, tetapi juga karena khasiat dan kekuatan mistis yang dipercayai terkandung di dalamnya.
Keris Kalawijan Kala Bendu adalah contoh cerminan dari perpaduan antara seni kerajinan tangan dan kepercayaan spiritual yang mendalam. Setiap detail pada keris ini, dari desain bilah hingga pamor yang menghiasi, memiliki makna dan kekuatan yang dihubungkan dengan berbagai aspek kehidupan dan dunia gaib. Dengan mempelajari lebih jauh tentang keris ini, kita dapat mengungkap berbagai lapisan makna dan simbolisme yang menyertainya, serta memahami bagaimana keris ini berperan dalam tradisi dan kepercayaan masyarakat Jawa.
Artikel ini akan membawa Anda lebih dekat untuk memahami Keris Kalawijan Kala Bendu—sebuah artefak bersejarah yang sarat dengan cerita, kekuatan, dan keajaiban yang masih relevan hingga hari ini.
Keris Kalawijan Kala Bendu
Keris Kala Bendu, menurut buku Gambar Dhapuripun Duwung Saha Waos Kala Bendu, adalah salah satu bentuk dhapur keris yang memiliki luk sebanyak dua puluh tujuh (luk 27). Keris ini dikenal dengan berbagai ricikan atau elemen khas, seperti kembang kacang, jalen, lambe gajah dua (2), pejetan, sraweyan, dan ri pandhan. Kehadiran keris dengan jumlah luk sebanyak ini, beserta rincian ricikannya, menjadikannya sebuah artefak yang unik dan langka dalam dunia perkerisan. Keberadaan Keris Kala Bendu saat ini tergolong sangat langka, dan mencari keris ini bukanlah hal yang mudah.
Keris Kalawijan, dalam konteks budaya dan bahasa Jawa, memiliki makna yang cukup kompleks. Dalam Serat Tembung Becik yang ditulis oleh Padmasusastra pada tahun 1898, istilah “Kalawija” diartikan sebagai “wong” atau orang, sedangkan “palawija” merujuk pada tanaman. Kalawija dalam konteks ini mengacu pada sosok manusia, sedangkan palawija berarti tanaman. Ini menunjukkan adanya dualitas dalam makna yang melibatkan baik unsur manusia maupun unsur tanaman.
Lebih jauh, dalam Kitab Bausastra Jawa yang disusun oleh Poerwadarminta pada tahun 1939, Kalawija digambarkan sebagai abdi dalem kraton yang mengalami cacat atau kelainan, seperti mata picek, tubuh cebol, atau bungkuk. Dalam bahasa krama ngoko, istilah Kalawija merujuk pada pegawai kraton dengan kondisi fisik yang tidak sempurna.
Kata Kalawijan juga muncul dalam tulisan Nayawirangka III di Serat Kriya Mranggi pada tahun 1929, di mana ia mengartikan Kalawijan sebagai sesuatu yang tidak baku atau tidak standar. Dalam catatan tersebut, Kalawijan digunakan untuk mendeskripsikan bentuk warangka gaya Surakarta yang tidak mengikuti pakem baku. Dalam konteks ini, istilah Kalawijan merujuk pada dhapur atau desain keris yang tidak sesuai dengan standar umum.
Dalam dunia perkerisan, Keris Kalawijan merujuk pada dua pengertian utama:
- Pengertian yang Benar:
Merupakan nama yang diberikan kepada keris-keris dengan jumlah luk yang tidak umum, biasanya lebih dari tiga belas. Keris Kalawijan dalam konteks ini memiliki pakem ricikan dan nama dhapur yang spesifik meskipun jumlah luknya melebihi batas umum. - Pengertian yang Salah Kaprah:
Sering digunakan untuk menyebut keris yang lurus atau berluk dengan ricikan yang tidak baku atau tidak sesuai dengan pakem yang ada. Selain pada keris, istilah Kalawijan juga digunakan untuk tombak dan pedang yang memiliki ciri yang sama yaitu tidak mengikuti pakem baku.
Dengan demikian, Keris Kalawijan Kala Bendu merupakan sebuah contoh dari keris yang menggabungkan elemen-elemen tradisional dengan kekhasan dalam desain dan makna. Keberadaannya yang langka dan unik menambah kekayaan dan keragaman dalam dunia perkerisan, sekaligus menjadi simbol dari kompleksitas dan kedalaman budaya Jawa.
Filosofi Keris Kalawijan Kala Bendu
Dalam kamus Tembung Kawi Mawi Tegesipun (Winter, 1928), istilah “Kala” mencakup berbagai makna, termasuk jaman, kendhang, Bathara Kala, danawa, serta konsep waktu dan bencana. Sedangkan “Bendu” berarti kesusahan atau duka. Dengan demikian, Kala Bendu secara harfiah berarti zaman yang penuh kesusahan atau duka. Dalam bahasa Jawa, istilah ini sering disebut sebagai wolak-waliking zaman atau zaman edan, dan dalam terminologi modern dikenal sebagai kondisi VUCA (Volatility/bergejolak, Uncertainty/tidak pasti, Complexity/kompleks, dan Ambiguity/tidak jelas).
Zaman Kalabendu ini telah diprediksi oleh Prabu Jayabaya dan pujangga besar Jawa, Raden Ngabehi Ranggawarsita. Banyak orang menyebut ini sebagai ramalan, namun sebenarnya lebih tepat dianggap sebagai peringatan dari sosok yang memiliki kebijaksanaan tinggi. Mereka adalah individu cerdik dan bermoral yang memiliki pandangan jauh ke depan, melampaui orang-orang pada masanya. Seorang yang waskitha biasanya digambarkan sebagai bijaksana dan peka terhadap tanda-tanda zaman, sehingga sering kali dianggap memiliki kemampuan ramalan secara supranatural.
Prabu Jayabaya menyebutkan bahwa zaman Kalabendu memiliki enam ciri utama: Pertama, kehidupan masyarakat sangat sulit dan segala sesuatu menjadi mahal. Kedua, banyak keluarga yang terpecah belah dan banyak orang tua yang melupakan anak-anaknya. Ketiga, banyak pengkhianatan, termasuk dari teman dekat. Keempat, orang yang berkuasa adalah mereka yang berbicara ngawur dan hanya mengandalkan keberanian untuk bersuara lantang. Kelima, penguasa yang jahat membuat rakyat kecil semakin terpinggirkan. Keenam, pemimpin mengangkat kawan-kawannya secara tidak adil.
Sementara dalam Serat Centini yang ditulis oleh Ranggawarsita, zaman Kalabendu digambarkan sebagai masa di mana “Wong agunge padha jail kurang tutur, marma jeng pamasa, tanpa paramarteng dasih, dene datan ana wahyu kang sanyata.” Pemimpinnya jahil dan tidak dapat dipercaya, dan tidak ada wahyu yang sejati. Masyarakat tidak saling merindukan satu sama lain, tidak pernah memberikan kabar, dan jumlah orang miskin semakin meningkat. Peperangan dan kejahatan merajalela, dan alam mengalami kerusakan besar dengan banyaknya gerhana matahari dan bulan, serta gempa bumi. Negara kehilangan wibawa dan semua tata tertib telah ditinggalkan. Pemimpin dan penjahat tidak menyadari tindakan mereka yang menimbulkan masalah dan kesulitan.
Jika zaman Kalabendu berlangsung lama, Ranggawarsita memberi wasiat agar kita selalu “eling lan waspodo”. Eling berarti mengingat siapa diri kita dan kedudukan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, serta meningkatkan kesadaran iman dan takwa. Selalu tawakal dan bersyukur atas ketentuan takdir Tuhan, dan menjalani kewajiban dengan sepenuh hati tanpa tamak, rakus, atau iri terhadap keberuntungan orang lain.
Waspodo mengajarkan kita untuk berhati-hati dan membedakan antara yang benar dan salah, serta menjaga diri dari godaan dan perbuatan buruk. Dengan waspada, kita dapat menghindari terjebak dalam keadaan yang tidak menentu dan tidak terpengaruh oleh arus zaman.
Sebagai catatan akhir, setelah zaman Kala Bendu berlalu, akan datang zaman Kalasuba, yaitu masa adil dan makmur. Ini merupakan transisi dari zaman keburukan menuju zaman yang lebih baik. Sebagai pengingat, di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Seperti pepatah mengatakan, Inna ma’aal ‘usri, yusro—setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Kesaktian Keris Kala Bendu
Indonesia dikenal tidak hanya karena kekayaan budaya dan kesenian tradisionalnya, tetapi juga karena kepercayaan akan hal-hal gaib dan mitos yang menyertai benda-benda pusaka, termasuk Keris Kala Bendu. Keris ini terkenal dengan kekuatan sakti yang dipercaya mampu memberikan karisma dan kewibawaan yang luar biasa kepada pemiliknya.
Keris Kala Bendu dikenal sebagai keris yang sangat sakti berkat keunikannya, yaitu dapur keris dengan luk (lekuk) sebanyak 29. Dapur ini, yang dianggap sebagai luk terakhir, sangat jarang ditemui, dan hanya beberapa orang yang memiliki keris dengan jumlah luk sebanyak ini. Konon, pusaka ini memiliki kekuatan yang sangat kuat dan ganas, dan khodam atau penjaganya dikenal sulit untuk mengakui tuan atau pemiliknya. Hanya orang-orang yang terpilih atau memiliki niat dan tekad yang kuat yang dapat menakhlukkan dan memanfaatkan keris ini.
Kekuatan utama dari Keris Kala Bendu terletak pada kemampuannya untuk memperlancar urusan duniawi pemiliknya. Hal ini meliputi kemajuan dalam karir, jabatan, usaha, atau bahkan memberikan kemampuan sakti mandraguna. Namun, bukanlah pemilik keris itu sendiri yang memiliki kekuatan tersebut, melainkan khodam yang menghuni keris itulah yang membantu dalam menjalankan proses atau tujuan yang dihadapi oleh pemiliknya.
Namun, Keris Kala Bendu juga memiliki sisi gelap yang perlu diwaspadai. Keberadaannya bisa sangat berbahaya bagi penggunanya, karena keris ini dapat menyerap energi dari pemiliknya dan lingkungan sekitarnya. Dampak negatifnya termasuk timbulnya sifat-sifat buruk seperti iri dengki terhadap pencapaian orang lain dan ketidakpuasan yang terus-menerus terhadap hasil yang dicapai, terutama yang berkaitan dengan harta. Fenomena ini sering kali diabaikan oleh pemilik keris, yang terkadang terhipnotis oleh ajian asihan yang membuat mereka enggan untuk melepaskan keris tersebut.
Untuk menghindari dampak negatif dan memastikan keris ini tidak menjadi “senjata makan tuan,” pemilik perlu meluruskan niat dan tekad mereka serta tidak bergantung sepenuhnya pada keris tersebut. Biasanya, keris ini dapat ditaklukkan dengan melakukan wiridan atau ritual tertentu yang dirancang untuk melemahkan sifat asli dari khodam keris tersebut. Dengan pendekatan yang benar dan niat yang tulus, pemilik dapat mengelola kekuatan keris ini dengan bijak dan menghindari potensi bahaya yang mungkin ditimbulkan.
Keris Kala Bendu adalah contoh dari bagaimana benda pusaka dalam tradisi Jawa tidak hanya memiliki nilai historis dan budaya, tetapi juga membawa beban tanggung jawab spiritual yang harus dikelola dengan hati-hati.
Penutup
Sebagai simbol kekuatan dan kebijaksanaan, Keris Kalawijan Kala Bendu tidak hanya merupakan artefak bersejarah, tetapi juga manifestasi dari kekuatan spiritual yang mendalam. Keberadaan keris ini mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi spiritual yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan kemampuannya untuk meningkatkan karisma dan kewibawaan, serta memberikan perlindungan dan dukungan dalam berbagai aspek kehidupan, Keris Kalawijan Kala Bendu memegang peranan penting dalam praktik spiritual dan kepercayaan masyarakat.
Namun, penting untuk diingat bahwa kekuatan keris ini juga memerlukan pengelolaan dan pemahaman yang bijak. Dengan pendekatan yang tepat, Keris Kalawijan Kala Bendu dapat menjadi alat yang sangat berharga untuk mencapai keseimbangan dan keberhasilan dalam kehidupan. Semoga pengetahuan tentang keris ini dapat memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai kekayaan spiritual dan budaya yang mengelilinginya.