Makna dan Istilah 'Mbah Sangkil'

Makna dan Istilah ‘Mbah Sangkil’ yang dipakai Arek Suroboyo

Posted on

SlingaDigital – Makna dan Istilah ‘Mbah Sangkil’ yang dipakai Arek Suroboyo. Di balik gemerlapnya kota Surabaya, terdapat istilah yang kerap terdengar di kalangan masyarakat lokal: “Mbah Sangkil”. Istilah ini bukan hanya sekadar frasa sehari-hari, melainkan memiliki makna dan kedalaman dalam budaya Arek Suroboyo. Dalam artikel kali ini SlingaDIgital akan menjelajahi arti dan signifikansi dari Mbah Sangkil, serta bagaimana istilah ini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan kearifan lokal di Surabaya. Mari kita simak bersama.

 

Istilah ‘Mbah Sangkil’

Istilah ‘Mbah Sangkil’ adalah sebutan yang digunakan di Surabaya untuk menghormati atau menyapa orang tua atau kakek-nenek. Istilah “Mbah” secara umum digunakan untuk menyebut orang tua atau kakek-nenek dalam budaya Jawa, sementara “Sangkil” memiliki arti duduk bersila. Jadi, secara harfiah, Mbah Sangkil dapat diartikan sebagai orang tua atau kakek-nenek yang duduk bersila.

Namun, istilah ini juga dapat memiliki konotasi lebih luas di masyarakat Surabaya. Mbah Sangkil juga dapat digunakan untuk menyapa dengan penuh hormat kepada orang yang dianggap memiliki kedudukan atau otoritas yang tinggi dalam masyarakat, meskipun mereka bukanlah kakek-nenek secara harfiah. Istilah ini mencerminkan rasa hormat dan penghormatan terhadap orang yang dianggap berjasa atau memiliki wibawa di komunitas setempat.

Selain itu, Mbah Sangkil juga mencerminkan kearifan lokal dan budaya yang kental di Surabaya. Istilah ini menjadi salah satu ciri khas dalam komunikasi sehari-hari di kota ini dan menggambarkan sikap hormat dan keakraban antarwarga.

Makna Dari Istilah ‘Mbah Sangkil’

Istilah ‘Mbah Sangkil’ berasal dari bahasa Jawa. Secara harfiah, “Mbah” adalah panggilan untuk menghormati orang tua atau kakek-nenek, sementara “Sangkil” berarti duduk bersila. Jadi, secara harfiah, istilah ini merujuk kepada orang tua atau kakek-nenek yang duduk bersila.

Baca Juga:  Mitos Burung Perkutut Kalung Tepung

Namun, di masyarakat Jawa, istilah ‘Mbah Sangkil’ sering digunakan untuk menyebut orang tua atau kakek-nenek dengan penuh penghormatan. Ini mencerminkan rasa hormat yang mendalam terhadap orang yang lebih tua atau yang memiliki otoritas dalam masyarakat.

Selain itu, ‘Mbah Sangkil’ juga dapat digunakan secara lebih luas untuk menyapa orang yang dianggap memiliki kedudukan atau otoritas yang tinggi, bahkan jika mereka bukanlah kakek-nenek secara harfiah. Istilah ini mencerminkan norma-norma budaya yang kuat di masyarakat Jawa yang menekankan pentingnya hormat terhadap orang yang lebih tua atau berpengalaman.

Secara keseluruhan, ‘Mbah Sangkil’ mengandung makna penghormatan, pengakuan terhadap otoritas, dan wujud dari norma-norma adat dan budaya yang mengedepankan sikap hormat terhadap orang yang lebih tua atau memiliki kedudukan yang dihormati.

Syaikh Nawawi dalam Qomiut Tughyaan mengutip kata-kata Kyai Mushonnif Tuhfatul Mulk yang menyatakan bahwa orang yang tidak aktif bekerja biasanya memiliki tiga alasan: malas, sibuk dengan ibadah, atau takut dicemooh dan sombong:

a. Individu yang tidak bekerja karena malas, kemungkinan besar akan bergantung pada orang lain (bergantung pada makhluk).

b. Orang yang sibuk dengan ibadah mungkin akan menjadi tamak terhadap harta milik orang lain dan dapat terjerumus dalam praktek haram, seperti menjual ilmu agama.

c. Individu yang enggan bekerja karena takut akan pandangan orang atau karena sifat sombong, mungkin akan tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak benar.

Semua ini adalah contoh perilaku yang tidak produktif. Kegagalan untuk bekerja dapat merusak akal sehat. Oleh karena itu, sebaiknya kita bekerja untuk mencari ridha Allah. Bekerja memiliki berkah besar, dan kita dapat menghindari menjadi tidak produktif.

 

 

Baca Juga:  Ijazah Dzikir Tarekat Sammaniyah

Penutup

Itulah beberapa informasi tentang Makna dan Istilah ‘Mbah Sangkil’ yang dipakai Arek Suroboyo yang bisa SlingaDigital Bagikan. Istilah ‘Mbah Sangkil’ bukan sekadar sebutan, tetapi juga mewakili suatu nilai-nilai dan makna yang dalam bagi masyarakat Arek Suroboyo. Istilah ini menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan kehidupan sehari-hari mereka, mengingatkan kita akan pentingnya menghormati para tetua dan menjaga tradisi yang kaya. Semoga tulisan ini membantu Anda lebih memahami makna dan istilah ‘Mbah Sangkil’ yang digunakan oleh Arek Suroboyo. Terima kasih telah membaca!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *