Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan

Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan

Posted on

Slingadigital.com – Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan. Jangkung Junjung Drajad Blambangan merujuk pada sebuah warisan budaya yang kaya akan makna dan sejarah di wilayah Blambangan, sebuah nama yang mengundang keanggunan dan ketegasan. Warisan ini tidak hanya sekadar sebuah nama, tetapi melambangkan kekuatan spiritual dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan, makna simbolis, dan peran penting Jangkung Junjung Drajad Blambangan dalam memperkaya khazanah budaya Indonesia.

Keris Junjung Drajat Blambangan

Keris Junjung Drajat Blambangan, dengan pamor Junjung Derajat dan dhapur Tilam Upih, merupakan salah satu dari koleksi pusaka berharga yang kami miliki. Keris ini tergolong dalam jenis keris lurus, dengan warangka Gayaman Yogyakarta yang indah dari kayu Timoho. Keselarasan antara bentuk bilah dan warangka menjadikan keris ini sebuah koleksi yang layak untuk dipertimbangkan.

Perkiraan masa pembuatan keris ini dapat ditelusuri kembali ke era Blambangan sekitar abad ke-13 Masehi, menandakan bahwa keris ini merupakan salah satu warisan kuno dengan usia yang sudah mencapai ratusan tahun. Dhapur Tilam Upih, yang secara sejarah populer di seluruh Nusantara, memberikan karakter unik pada keris ini. Bentuknya yang sederhana namun anggun, tanpa hiasan yang berlebihan, menunjukkan keindahan dalam kesederhanaan.

Banyak yang meyakini bahwa kekuatan sebuah pusaka tidak hanya terletak pada penampilannya yang megah atau berhias emas, tetapi lebih pada nilai historis dan spiritual yang terkandung di dalamnya. Dhapur Tilam Upih sering dikaitkan dengan cerita-cerita turun temurun, termasuk dalam anekdot bahwa Sunan Kalijaga, salah satu dari Wali Songo, merekomendasikan keris dengan dapur ini sebagai teman setia dalam kehidupan, baik dalam suka maupun duka.

Keris Junjung Drajat Blambangan bukan hanya sebuah benda koleksi, tetapi juga sebuah simbol dari kebijaksanaan dan kekuatan spiritual yang dimiliki oleh budaya Nusantara. Melalui kehadirannya, kita dapat merenungkan nilai-nilai warisan leluhur yang tetap relevan hingga hari ini.

Baca Juga:  Cara Membedakan Batu Akik Lavender Asli dan Palsu

Filosofi Pamor Junjung Derajat

Pamor Junjung Derajat adalah salah satu motif pamor yang sangat dicari oleh para penggemar pusaka tosan aji. Motif pamor ini menggambarkan corak berupa garis-garis yang membentuk panah, segitiga, atau gunung yang mengarah ke atas. Pamor ini memiliki makna yang dalam dan banyak dipercaya membawa kehormatan dan kejayaan bagi pemiliknya.

Di Bali dan Lombok, pamor ini dikenal dengan sebutan pamor Gunung Siu, Sunsung Gunung, atau Gunung Drajat, yang dipercaya dapat mendatangkan kemuliaan dalam kehidupan seseorang. Di Semenanjung Melayu, motif pamor seperti ini sering disebut sebagai pucuk rebung atau gambaran gunungan, yang menjadi simbol peningkatan derajat dalam kehidupan seseorang, membawa pada kekayaan dan kemuliaan. Keistimewaan pamor ini tidak hanya diakui dalam dunia pusaka tosan aji, tetapi juga dalam dunia per-batu-an mulia (gems), di mana kepercayaan pada tuahnya sangat kuat. Karena kelangkaannya, pamor ini menjadi incaran utama para kolektor, yang juga memengaruhi nilai mahar atau mas kawinnya menurut hukum ekonomi.

Secara harfiah, “junjung” berarti mengangkat atau menaikkan, sedangkan “derajat” merujuk pada tingkatan atau kemuliaan. Istilah “derajat” di sini memiliki makna ganda, yaitu dalam dunia dan akhirat. Ketika seseorang meningkatkan derajatnya di dunia, ia diistimewakan oleh Tuhan dengan kemudahan dalam segala hal, percepatan rezeki, dan berbagai keistimewaan dunia lainnya. Hal ini sesuai dengan gambaran pamor Junjung Derajat yang selalu mengarah ke atas dan terdiri dari lapisan-lapisan yang menunjukkan peningkatan secara bertahap. Sementara itu, jika derajat seseorang diangkat di akhirat, ia layak dan pantas untuk masuk surga dengan tingkatan yang paling tinggi, sebagai puncak dari kesempurnaan hidupnya. Filosofi pamor Junjung Derajat mengajarkan tentang perjalanan spiritual dan pencapaian yang tinggi, baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan setelah kematian.

Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan

Jangkung adalah salah satu bentuk dhapur keris luk tiga dengan panjang bilah sedang. Kembang kacangnya berbentuk gula milir dan sogokannya rangkap, lengkap dengan ri pandan sebagai hiasan utama. Keris ini dikenal dengan kesederhanaannya dalam ricikan, yang membuatnya tampak elegan dan berkelas.

Dalam tradisi Jawa, keris dengan dhapur Jangkung sering kali diberikan sebagai simbol dorongan semangat bagi seseorang yang akan menuntut ilmu atau memulai suatu pekerjaan di tempat baru. Dipercaya bahwa keris ini memiliki tuah atau energi yang mendorong pemiliknya untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup mereka. Sebuah pepatah Jawa mengatakan, “keris ber-dhapur Jangkung sae kagem ingkang kagungan gegayuhan,” yang artinya keris ini cocok untuk orang-orang yang memiliki ambisi dan tekad kuat dalam mencapai mimpi mereka.

Baca Juga:  Sun Amatek Ajiku Semar Mesem - Ajian Semar Mesem

Tangguh Blambangan mengacu pada klasifikasi atau periode pembuatan keris yang berasal dari wilayah Blambangan. Menurut Ensiklopedia Keris, keris Tangguh Blambangan memiliki ciri khas yang mencolok. Besinya berwarna putih keabu-abuan dan terkesan halus. Pamornya biasanya nggajih (menyebabkan kesan lembut pada permukaan bilah) dan terletak dengan rapi. Bilah keris Blambangan umumnya berukuran sedang, dengan ujung yang tidak terlalu meruncing. Gandiknya pendek dan miring, serta gonjo-nya sebit ron tal. Sirah cecak-nya juga pendek, menunjukkan kehalusan dalam tatah keris ini.

Dalam sejarah pengrajin keris di Blambangan, terdapat beberapa nama Empu terkenal seperti Ki Mendhung, Ki Tembarok, Ki Supagati, dan Pangeran Pitrang. Mereka dikenal dengan keahlian mereka dalam menghasilkan pamor yang miring (ngawat), yang menjadi ciri khas pamor keris dari Blambangan.

Serat Paniti Kadga (1929) juga mencatat lebih banyak lagi nama-nama Empu dari Blambangan, seperti Sura Wisesa, Mlaya Gati, Candrabawa, Kumendhung, Cangkring, Tilam, Kalunglungan, Luwuk, Rambang alias Supa Mandrangi alias Pitrang, dan Supagati. Mereka adalah pengrajin-pengrajin yang memiliki pengaruh besar dalam pembuatan keris di wilayah tersebut, mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah keris Blambangan yang sangat berharga.

Keris-Keris Blambangan

Setelah mengetahui Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan, nah selanjutnya Keris-keris Blambangan mengalami pengaruh gaya yang berbeda-beda selama berbagai era atau zamannya. Berikut adalah gambaran pengaruh gaya keris Blambangan dari masa ke masa:

1. Blambangan Era Majapahit

Keris-keris yang tergolong dalam tangguh Blambangan pada zaman Majapahit memiliki karakteristik khusus. Besinya cenderung agak basah dengan wasuhan tembaga yang padat. Rabaannya keras karena penggunaan air untuk proses penyepuhan yang agak asin. Pamor keris ini biasanya semu nggajih namun tampak tegas saat menancap. Warna besi keris ini cenderung terang dan merambut.

Baca Juga:  Manfaat Batu Bacan Palamea Secara Lengkap

2. Pengaruh Bali pada Keris Blambangan

Pada periode tertentu, keris Blambangan juga dipengaruhi oleh gaya keris Bali. Meskipun memiliki ciri-ciri mirip dengan keris Bali dalam hal bentuk, bahan besi, dan pamornya lebih mirip dengan bahan keris Jawa. Tampilannya tidak sehalus keris Bali dan pamornya lebih mirip dengan pamor tangguh Tuban. Greneng-nya mirip dengan greneng Majapahit, tetapi ricikannya seperti kembang kacang dan lambe gajah menunjukkan pengaruh dari keris Bali.

3. Pengaruh Mataram dan Madura pada Keris Blambangan

Keris Blambangan juga mengalami pengaruh dari Mataram dan Madura. Ciri-cirinya antara lain menggunakan sogokan yang agak lurus dan dangkal, dengan luk pertama yang tinggi dan seringkali datar. Bahan besi dan pamornya menyerupai bahan besi keris Tuban, sementara greneng-nya mirip dengan keris Madura. Secara keseluruhan, keris ini mirip dengan gaya keris Mataram, bahkan mungkin menjadi patron bagi keris Mataram, atau sebaliknya. Perbedaannya terletak pada ukuran bilahnya yang lebih panjang (corok). Jika terdapat bergandik naga, biasanya naga tersebut memiliki bentuk yang lebih primitif.

Keris-keris Blambangan dengan berbagai pengaruh gaya ini mencerminkan perkembangan dan adaptasi seni keris di wilayah Blambangan yang kaya akan warisan budaya dan sejarahnya. Setiap gaya tersebut memberikan karakteristik unik pada keris Blambangan, menjadikannya sebagai pusaka yang sangat dihargai dan dicari oleh para kolektor dan pecinta seni tradisional Indonesia.

Penutup

Dengan demikian, Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan tidak hanya sebuah warisan budaya yang bernilai tinggi secara historis, tetapi juga sebuah simbol kekuatan spiritual yang mendalam. Keberadaannya mengingatkan kita akan kebijaksanaan nenek moyang dalam menghormati tradisi dan menjaga keselarasan dengan alam. Melalui penghormatan terhadap pusaka ini, kita menggali makna yang lebih dalam tentang identitas dan kearifan lokal yang terus hidup dalam warisan kita.

Nah itu saja pembahasan secara lengkap mengenai Jangkung Keris Junjung Drajat Blambangan, yang bisa slingadigital.com sampaikan. Semoga bermanfaat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *