Slingadigital.com – Alastu Birobbikum Qolu Bala Syahidna Artinya. “Alastu Birobbikum Qolu Bala Syahidna” adalah sebuah kalimat yang sering ditemukan dalam konteks agama Islam, khususnya dalam pengajaran tauhid. Kalimat ini memiliki makna yang mendalam dan mengandung ajaran penting tentang hubungan antara manusia dan Tuhan.
Memahami Alastu Birobbikum Qolu Bala Syahidna Artinya tidak hanya memperkaya wawasan spiritual, tetapi juga memperdalam penghayatan terhadap ajaran-ajaran dasar dalam agama Islam. Artikel ini akan mengulas lebih lanjut mengenai arti dan makna kalimat tersebut, serta bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Alastu Birobbikum Qolu Bala Syahidna Artinya
Pada ayat tersebut, lafadz “Alastu Birobbikum Qolu Bala Syahidna” mengandung makna yang sangat penting dalam ajaran Islam. Secara harfiah, kalimat ini berarti “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” dan jawabannya adalah “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” Kalimat ini muncul dalam Surat Al-A’raf ayat 172, yang menggambarkan peristiwa yang terjadi di alam ruh sebelum manusia dilahirkan ke dunia.
Teks Arab, Latin, dan Artinya:
- Teks Arab: اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا
- Latin: Alastu birabbikum qaaluu balaa syahidnaa
- Artinya: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”
A. Penjelasan Tafsir
Surat Al-A’raf ayat 172 menjelaskan sebuah peristiwa penting yang terjadi ketika Allah memanggil seluruh jiwa manusia yang akan dilahirkan di dunia, jauh sebelum mereka berada dalam tubuh jasad mereka. Allah berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” dan sebagai jawaban, seluruh jiwa menjawab dengan tegas, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”
Peristiwa ini disebut sebagai Mithaq, yang berarti perjanjian atau kesaksian. Dalam ajaran Islam, ini menunjukkan bahwa setiap manusia, sebelum terlahir, sudah menyaksikan Tuhan sebagai Tuhan yang Maha Kuasa. Hal ini merupakan bukti dari eksistensi Tuhan yang diakui oleh setiap jiwa, bahkan sebelum mereka diberikan kehidupan di dunia.
Tujuan dari kesaksian ini adalah agar pada Hari Kiamat, tidak ada orang yang dapat berdalih bahwa mereka tidak pernah tahu atau mengingat bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Allah mengingatkan umat manusia agar tidak berkata pada Hari Kiamat, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,” karena kesaksian ini sudah tercatat dalam ruh mereka sejak zaman azali.
B. Ayat Lengkap Surat Al-A’raf 172
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ
Latin: Wa iż akhaża rabbuka mim banī ādama min ẓuhūrihim żurriyyatahum wa asyhadahum ‘alā anfusihim, alastu birabbikum, qālū balā – syahidnā – an taqūlū yaumal-qiyāmati innā kunnā ‘an hāżā gāfilīn(a).
Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini.” (QS Al-A‘rāf [7]:172)
C. Makna dan Hikmah
Peristiwa ini mengandung hikmah yang sangat mendalam, yaitu pentingnya pengakuan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai bagian dari fitrah manusia. Kalimat “Alastu Birobbikum Qolu Bala Syahidna” menegaskan bahwa kesadaran spiritual terhadap Tuhan sudah ada dalam setiap jiwa, bahkan sebelum mereka lahir ke dunia. Ini adalah pengingat bagi setiap umat manusia agar tidak lupa akan kewajiban mereka untuk menyembah dan mengabdi hanya kepada Allah.
Dalam kehidupan sehari-hari, peringatan ini mengajarkan kita untuk senantiasa mengingat Allah dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil. Sebab, perjanjian yang telah disepakati oleh setiap jiwa di alam ruh adalah bukti kuat bahwa kita tidak bisa mengingkari Tuhan kita, apalagi mengingkari kewajiban untuk beribadah kepada-Nya.
Dengan memahami makna dari ayat ini, kita diharapkan dapat lebih mendalam dalam menjalani hidup yang penuh dengan kesadaran spiritual dan ketundukan kepada Allah, sesuai dengan fitrah yang telah Allah tetapkan sejak awal.
Tafsir Ringkas Kemenag
Ayat-ayat sebelumnya dalam Surat Al-A’raf mengisahkan tentang perjanjian khusus antara Nabi Musa dan Bani Israil. Namun, dalam ayat ini, Allah mengalihkan perhatian kepada perjanjian yang bersifat lebih umum, yaitu perjanjian yang berlaku untuk seluruh umat manusia, termasuk Bani Israil. Perjanjian tersebut berkaitan dengan penghambaan kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa.
Allah berfirman, “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi, yakni tulang belakang anak cucu Adam, keturunan mereka yang melahirkan generasi-generasi selanjutnya.” (QS Al-A’raf: 172). Ayat ini menggambarkan suatu momen yang sangat penting dalam sejarah kehidupan manusia, di mana Allah menciptakan manusia dari keturunan yang terus berkembang sepanjang zaman.
Setelah itu, Allah memberikan bukti-bukti ketuhanan yang tampak jelas di alam raya ciptaan-Nya. Alam semesta dengan segala keindahannya, dari langit, bumi, hingga segala makhluk hidup yang ada, menjadi saksi yang nyata tentang keberadaan dan kemahaesaan Tuhan. Melalui bukti-bukti ini, Allah menyentuh fitrah akal dan hati nurani setiap manusia, sehingga mereka dapat dengan mudah mengenal dan mengakui adanya Tuhan yang Maha Esa.
Betapa besar dan jelasnya bukti-bukti ini, seakan-akan Allah memanggil dan meminta kesaksian dari roh-roh umat manusia. Allah berfirman, “Bukankah Aku ini Tuhan Pemelihara-mu dan sudah berbuat baik kepadamu?” (QS Al-A’raf: 172). Pertanyaan ini bukan hanya sekadar pertanyaan biasa, tetapi merupakan suatu pernyataan yang menegaskan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Dalam hal ini, Allah memanggil setiap jiwa untuk menyaksikan dan mengakui Tuhan sebagai Pemelihara mereka.
Kemudian, setiap jiwa menjawab dengan tegas, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi bahwa Engkau Maha Esa.” (QS Al-A’raf: 172). Jawaban ini bukan hanya sekadar pengakuan, tetapi juga kesaksian yang menunjukkan bahwa setiap jiwa sudah diajarkan tentang tauhid, keesaan Tuhan, bahkan sebelum mereka dilahirkan ke dunia. Kesaksian ini merupakan bentuk penegasan terhadap fitrah mereka yang telah diciptakan Allah dengan kemampuan untuk mengenal dan mengakui Tuhan.
Melalui kesaksian tersebut, manusia diingatkan bahwa pengetahuan dan pengakuan mereka tentang Tuhan adalah sesuatu yang sudah ada dalam diri mereka sejak awal, bahkan sebelum mereka hadir dalam kehidupan dunia. Oleh karena itu, Allah menyebutkan tujuan dari pengambilan kesaksian ini adalah agar pada Hari Kiamat kelak, tidak ada seorang pun yang bisa berdalih dengan mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini, tidak tahu apa-apa mengenai keesaan Tuhan.” (QS Al-A’raf: 172).
Dengan demikian, kesaksian yang diambil oleh Allah atas setiap jiwa manusia ini mengingatkan kita semua bahwa kewajiban untuk mengakui dan menyembah Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa sudah ada dalam diri kita sejak awal. Dalam kehidupan sehari-hari, kita diharapkan untuk selalu menyadari dan mengingat bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Hal ini menjadi landasan utama dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan kesadaran spiritual dan ketundukan kepada-Nya.
Kesimpulan
Perjanjian ini adalah bagian dari fitrah manusia yang mengharuskan setiap individu untuk mengakui keesaan Tuhan dan menjalankan kewajiban penghambaan kepada-Nya. Dengan memahami tafsir ayat ini, kita diingatkan kembali akan pentingnya mengingat Tuhan dalam setiap langkah hidup kita dan memastikan bahwa kita tidak akan mengingkari kesaksian yang telah diberikan oleh roh kita sejak zaman azali.